Beranda

    Social Items

Pasti banyak orang yang belum tahu kalau kota suci Madinah yang menjadi tujuan jemaah haji dan umrah memiliki stasiun kereta api. Lho, bukankah Madinah tak bisa dicapai dengan kereta api? Iya, itu sekarang. Tahukah Anda, sekitar seabad yang lalu, kota suci Madinah memiliki jaringan rel kereta api yang menghubungkannya sampai ke Istanbul, Turki. Namun apa daya, kecamuk Perang Dunia I telah menghancurkan jaringan rel kereta tersebut.

Sebenarnya, saya menemukan informasi tentang stasiun kereta api Madinah secara tidak sengaja. Saat membaca artikel di Wikipedia tentang jalur kereta Hejaz, saya mendapat info bahwa stasiun kereta api di Madinah ternyata masih berdiri utuh, bahkan sejak 2013 lalu sudah resmi dijadikan museum. Setelah klik sana-sini, akhirnya saya bisa menemukan lokasinya.

Ternyata, lokasi stasiun kereta api ini tak jauh dari Masjid Nabawi yang menjadi objek utama di Madinah. Saya pun bertekat, kalau mengunjungi Madinah saya akan mampir ke stasiun kereta api ini. Dan sekitar akhir Juli lalu, saya benar-benar bisa mengunjunginya.

Bulan Juli masih terhitung sebagai puncak musim panas di Madinah, dan terik matahari pada siang hari lumayan menyengat, rata-rata selalu di atas 40 derajat Celcius. Tapi saya nekat saja jalan kaki di siang hari bolong dari Masjid Nabawi menuju stasiun kereta api Madinah. Supaya tidak nyasar, saya menggunakan perangkat GPS. Aplikasi Google Maps menunjukkan secara tepat lokasinya, jadi saya pakai saya perangkat itu. Saya malas tanya-tanya orang karena kemampuan bahasa Arab saya masih sangat kurang.

Setelah berjalan kaki sekitar 30 menit, saya melihat sebuah masjid kuno yang mengingatkan saya pada bangunan masjid di Turki, tapi ukurannya jauh lebih mini (baca cerita perjalanan saya ke Turki di buku Rp2,5 Jutaan KelilingTurki). Perlu Anda ketahui, salah satu ciri masjid dari era Turki Usmani adalah puncak menaranya berbentuk kerucut, dan ciri itu terlihat jelas di masjid ini. Nah, di sebelah masjid kuno itu berdiri sebuah bangunan megah nan antik yang juga mirip stasiun kereta api di Turki. Wah, pasti itu stasiun kereta apinya, pikir saya.

Masjid Ambariah, masjid kecil peninggalan Turki Usmani 
Lalu mengapa stasiun kereta api Madinah ini mirip bangunan di Turki? Jadi ceritanya begini. Pada awal abad ke-20, Mekkah dan Madinah berada di bawah kekuasaan Kerajaan Turki Usmani yang berpusat di Istanbul. Untuk memperluas pengaruhnya di kawasan tersebut, Turki Usmani membangun jaringan rel kereta api dari Damascus ke Madinah yang kondang disebut Hejaz Railway. Selain alasan politik tersebut, jalur kereta ini juga berfungsi untuk mengangkut barang-barang ekspor, serta yang paling penting menjadi sarana transportasi jemaah haji.

Pembangunan Hejaz Railway berlangsung selama 8 tahun, yakni dari 1900-1908. Untuk ukuran saat itu, ini adalah megaproyek yang melibatkan sumberdaya sangat besar. Hejaz Railway membentang sepanjang 1.320 kilometer yang melintasi kawasan Suriah, Yordania dan Arab Saudi. Selama kurun 8 tahun itu, para pekerja menghadapi banyak kendala untuk menyelesaikan Hejaz Railway. Selain kondisi alam gurun pasir yang ganas, pekerja juga harus berhadapan dengan suku nomaden Arab yang sering merusak rel kereta karena mereka tidak suka wilayahnya dikuasai Turki Usmani.

Ruang dalam bangunan utama Hejaz Railway Museum 
Cerita tentang Hejaz Railway ini ternyata cukup tragis. Setelah susah payah dibangun, jalur kereta ini ternyata hanya digunakan selama 6 tahun, lebih pendek dari waktu yang dibutuhkan untuk membangunnya. Perang Dunia I menyebabkan jalur kereta Hejaz rusak parah. Rencana semula untuk memperpanjang rutenya sampai ke Mekkah juga tak pernah terwujud. Alhasil, sampai sekarang kereta api tak pernah eksis lagi sebagai angkutan jemaah haji.

Saya cukup surprise setelah menginjakkan kaki di stasiun kereta api Hejaz Madinah karena seluruh bangunannya benar-benar masih asli. Jarang-jarang ada bangunan tua yang terawat dengan baik di Arab Saudi. Bahkan situs suci seperti Masjid Nabawi saja nampak begitu modern sehingga saya sempat kesulitan untuk mengenali bagian bangunannya yang tua.

Dan seperti yang sudah saya duga, Museum Kereta Hejaz Madinah sangat sepi pengunjung. Meski wisatawan tak perlu membayar tiket masuk, jemaah umrah rupanya lebih senang menghabiskan waktu dengan berbelanja di kios-kios souvenir di sekitar Masjid Nabawi. Selama kurang lebih 2 jam menghabiskan waktu di museum itu, saya mendapati diri saya adalah pengunjung satu-satunya!

Al Quran tulisan tangan yang dipamerkan di museum 

Ruang pamer museum 
Ternyata asyik juga menghabiskan waktu seorang diri di sebuah museum. Satpam museum juga cuek bebek saat saya tak henti-hentinya memotret, padahal kelihatannya ada larangan memotret bagian dalam museum. Biarlah, kan dia satu-satunya pengunjung museum. Nanti kalau dilarang-larang orang-orang bakal makin malas ke sini, mungkin begitu pikir pak satpam, he he...

Meski namanya Hejaz Railway Museum, koleksi museum ternyata agak kurang nyambung dengan namanya. Awalnya saya pikir museum ini akan berisi banyak informasi tentang jalur kereta Hejaz yang dibangun Turki Usmani. Tapi saya salah, isinya ternyata lebih banyak tentang sejarah dan budaya masyarakat Madinah. Apa karena Kerajaan Saudi tidak suka menceritakan fakta sejarah bahwa wilayahnya dulu dikuasai Kerajaan Turki Usmani? Entahlah, silahkan tanya ke raja Saudi, he he...

Ruang pamer museum menempati bangunan utama yang terdiri dari dua lantai. Benda-benda yang dipamerkan antara lain foto-foto Madinah tempo dulu, prasasti, alat masak, sampai baju tradisional. Semua koleksi diberi keterangan bahasa Inggris, jadi akan sangat membantu pengunjung yang tidak paham bahasa Arab.

Bangunan bengkel lokomotif 

Inilah ujung rel jalur kereta Hejaz 
Nah, yang paling menarik adalah bagian belakang bangunan utama museum. Di sini kita bisa melihat ruang tunggu penumpang, bangunan bengkel lokomotif, masjid, serta toilet yang masih asli dari zaman Turki Usmani. Gerbong-gerbong kereta tua lengkap dengan mesim uapnya juga masih terawat baik. Karena stasiun Madinah ini adalah perhentian terakhir jalur kereta Hejaz, maka kita juga bisa melihat ujung relnya.

Romantisisme perjalanan haji dengan kereta uap memang sudah menjadi cerita masa lalu. Namun kini ada kabar gembira bagi pecinta kereta api. Jalur kereta supercepat yang menghubungkan Mekkah dan Madinah kini tengah dibangun. Jemaah haji memang tak lagi naik kereta uap yang jalannya sangat lambat itu. Zaman sudah berganti, pastinya perjalanan dengan kereta cepat memberi cerita baru yang juga menarik. Saya pun sudah tak sabar untuk menikmati perjalanan dengan kereta supercepat dari Mekkah ke Madinah. Semoga proyeknya bisa cepat selesai.

HEJAZ RAILWAY MUSEUM
Di mana? Umar Ibn Al Khattab Road, Madinah
Kapan buka? Sabtu-Kamis 09.00-21.00, Jumat 17.00-21.00
Bayar berapa? Tiket masuknya gratis.
Caranya ke sana? Dari Indonesia, terbang dulu ke Jeddah atau Madinah :) Dari Masjid Nabawi di Madinah, bisa jalan kaki selama 30 menit, atau naik taksi dengan ongkos sekitar 10 riyal.

Baca juga:
Ada Sepotong Surga di Masjid Nabawi
Panduan Jalan-jalan ke Turki
Asyiknya Naik Bus Keliling Turki

Perhentian Terakhir Kereta Haji

Pasti banyak orang yang belum tahu kalau kota suci Madinah yang menjadi tujuan jemaah haji dan umrah memiliki stasiun kereta api. Lho, bukankah Madinah tak bisa dicapai dengan kereta api? Iya, itu sekarang. Tahukah Anda, sekitar seabad yang lalu, kota suci Madinah memiliki jaringan rel kereta api yang menghubungkannya sampai ke Istanbul, Turki. Namun apa daya, kecamuk Perang Dunia I telah menghancurkan jaringan rel kereta tersebut.

Sebenarnya, saya menemukan informasi tentang stasiun kereta api Madinah secara tidak sengaja. Saat membaca artikel di Wikipedia tentang jalur kereta Hejaz, saya mendapat info bahwa stasiun kereta api di Madinah ternyata masih berdiri utuh, bahkan sejak 2013 lalu sudah resmi dijadikan museum. Setelah klik sana-sini, akhirnya saya bisa menemukan lokasinya.

Ternyata, lokasi stasiun kereta api ini tak jauh dari Masjid Nabawi yang menjadi objek utama di Madinah. Saya pun bertekat, kalau mengunjungi Madinah saya akan mampir ke stasiun kereta api ini. Dan sekitar akhir Juli lalu, saya benar-benar bisa mengunjunginya.

Bulan Juli masih terhitung sebagai puncak musim panas di Madinah, dan terik matahari pada siang hari lumayan menyengat, rata-rata selalu di atas 40 derajat Celcius. Tapi saya nekat saja jalan kaki di siang hari bolong dari Masjid Nabawi menuju stasiun kereta api Madinah. Supaya tidak nyasar, saya menggunakan perangkat GPS. Aplikasi Google Maps menunjukkan secara tepat lokasinya, jadi saya pakai saya perangkat itu. Saya malas tanya-tanya orang karena kemampuan bahasa Arab saya masih sangat kurang.

Setelah berjalan kaki sekitar 30 menit, saya melihat sebuah masjid kuno yang mengingatkan saya pada bangunan masjid di Turki, tapi ukurannya jauh lebih mini (baca cerita perjalanan saya ke Turki di buku Rp2,5 Jutaan KelilingTurki). Perlu Anda ketahui, salah satu ciri masjid dari era Turki Usmani adalah puncak menaranya berbentuk kerucut, dan ciri itu terlihat jelas di masjid ini. Nah, di sebelah masjid kuno itu berdiri sebuah bangunan megah nan antik yang juga mirip stasiun kereta api di Turki. Wah, pasti itu stasiun kereta apinya, pikir saya.

Masjid Ambariah, masjid kecil peninggalan Turki Usmani 
Lalu mengapa stasiun kereta api Madinah ini mirip bangunan di Turki? Jadi ceritanya begini. Pada awal abad ke-20, Mekkah dan Madinah berada di bawah kekuasaan Kerajaan Turki Usmani yang berpusat di Istanbul. Untuk memperluas pengaruhnya di kawasan tersebut, Turki Usmani membangun jaringan rel kereta api dari Damascus ke Madinah yang kondang disebut Hejaz Railway. Selain alasan politik tersebut, jalur kereta ini juga berfungsi untuk mengangkut barang-barang ekspor, serta yang paling penting menjadi sarana transportasi jemaah haji.

Pembangunan Hejaz Railway berlangsung selama 8 tahun, yakni dari 1900-1908. Untuk ukuran saat itu, ini adalah megaproyek yang melibatkan sumberdaya sangat besar. Hejaz Railway membentang sepanjang 1.320 kilometer yang melintasi kawasan Suriah, Yordania dan Arab Saudi. Selama kurun 8 tahun itu, para pekerja menghadapi banyak kendala untuk menyelesaikan Hejaz Railway. Selain kondisi alam gurun pasir yang ganas, pekerja juga harus berhadapan dengan suku nomaden Arab yang sering merusak rel kereta karena mereka tidak suka wilayahnya dikuasai Turki Usmani.

Ruang dalam bangunan utama Hejaz Railway Museum 
Cerita tentang Hejaz Railway ini ternyata cukup tragis. Setelah susah payah dibangun, jalur kereta ini ternyata hanya digunakan selama 6 tahun, lebih pendek dari waktu yang dibutuhkan untuk membangunnya. Perang Dunia I menyebabkan jalur kereta Hejaz rusak parah. Rencana semula untuk memperpanjang rutenya sampai ke Mekkah juga tak pernah terwujud. Alhasil, sampai sekarang kereta api tak pernah eksis lagi sebagai angkutan jemaah haji.

Saya cukup surprise setelah menginjakkan kaki di stasiun kereta api Hejaz Madinah karena seluruh bangunannya benar-benar masih asli. Jarang-jarang ada bangunan tua yang terawat dengan baik di Arab Saudi. Bahkan situs suci seperti Masjid Nabawi saja nampak begitu modern sehingga saya sempat kesulitan untuk mengenali bagian bangunannya yang tua.

Dan seperti yang sudah saya duga, Museum Kereta Hejaz Madinah sangat sepi pengunjung. Meski wisatawan tak perlu membayar tiket masuk, jemaah umrah rupanya lebih senang menghabiskan waktu dengan berbelanja di kios-kios souvenir di sekitar Masjid Nabawi. Selama kurang lebih 2 jam menghabiskan waktu di museum itu, saya mendapati diri saya adalah pengunjung satu-satunya!

Al Quran tulisan tangan yang dipamerkan di museum 

Ruang pamer museum 
Ternyata asyik juga menghabiskan waktu seorang diri di sebuah museum. Satpam museum juga cuek bebek saat saya tak henti-hentinya memotret, padahal kelihatannya ada larangan memotret bagian dalam museum. Biarlah, kan dia satu-satunya pengunjung museum. Nanti kalau dilarang-larang orang-orang bakal makin malas ke sini, mungkin begitu pikir pak satpam, he he...

Meski namanya Hejaz Railway Museum, koleksi museum ternyata agak kurang nyambung dengan namanya. Awalnya saya pikir museum ini akan berisi banyak informasi tentang jalur kereta Hejaz yang dibangun Turki Usmani. Tapi saya salah, isinya ternyata lebih banyak tentang sejarah dan budaya masyarakat Madinah. Apa karena Kerajaan Saudi tidak suka menceritakan fakta sejarah bahwa wilayahnya dulu dikuasai Kerajaan Turki Usmani? Entahlah, silahkan tanya ke raja Saudi, he he...

Ruang pamer museum menempati bangunan utama yang terdiri dari dua lantai. Benda-benda yang dipamerkan antara lain foto-foto Madinah tempo dulu, prasasti, alat masak, sampai baju tradisional. Semua koleksi diberi keterangan bahasa Inggris, jadi akan sangat membantu pengunjung yang tidak paham bahasa Arab.

Bangunan bengkel lokomotif 

Inilah ujung rel jalur kereta Hejaz 
Nah, yang paling menarik adalah bagian belakang bangunan utama museum. Di sini kita bisa melihat ruang tunggu penumpang, bangunan bengkel lokomotif, masjid, serta toilet yang masih asli dari zaman Turki Usmani. Gerbong-gerbong kereta tua lengkap dengan mesim uapnya juga masih terawat baik. Karena stasiun Madinah ini adalah perhentian terakhir jalur kereta Hejaz, maka kita juga bisa melihat ujung relnya.

Romantisisme perjalanan haji dengan kereta uap memang sudah menjadi cerita masa lalu. Namun kini ada kabar gembira bagi pecinta kereta api. Jalur kereta supercepat yang menghubungkan Mekkah dan Madinah kini tengah dibangun. Jemaah haji memang tak lagi naik kereta uap yang jalannya sangat lambat itu. Zaman sudah berganti, pastinya perjalanan dengan kereta cepat memberi cerita baru yang juga menarik. Saya pun sudah tak sabar untuk menikmati perjalanan dengan kereta supercepat dari Mekkah ke Madinah. Semoga proyeknya bisa cepat selesai.

HEJAZ RAILWAY MUSEUM
Di mana? Umar Ibn Al Khattab Road, Madinah
Kapan buka? Sabtu-Kamis 09.00-21.00, Jumat 17.00-21.00
Bayar berapa? Tiket masuknya gratis.
Caranya ke sana? Dari Indonesia, terbang dulu ke Jeddah atau Madinah :) Dari Masjid Nabawi di Madinah, bisa jalan kaki selama 30 menit, atau naik taksi dengan ongkos sekitar 10 riyal.

Baca juga:
Ada Sepotong Surga di Masjid Nabawi
Panduan Jalan-jalan ke Turki
Asyiknya Naik Bus Keliling Turki

Tidak ada komentar

Punya pertanyaan atau komentar? Tuliskan di sini...