Beranda

    Social Items

Mendengar Armenia, biasanya orang langsung membayangkan biara-biara tua dengan latar pegunungan yang indah. Sebagai negara Kristen tertua di dunia, Armenia memang punya banyak biara kuno yang berumur ratusan tahun. Nama Armenia juga selalu dihubungkan dengan tragedi genosida yang dilakukan Turki Usmani. Namun terlepas dari gambaran tipikal itu, negeri ini sebenarnya menawarkan banyak hal lain yang bisa membuat Anda menyukainya.

Armenia yang terpencil nun jauh di tengah daratan Kaukasus itu memang sering luput dari radar pelancong Indonesia. Jaraknya yang jauh dari tanah air, ditambah lagi pilihan penerbangan yang terbatas, membuat negeri ini sering dilupakan. Dahulu, saya sendiri juga tak tertarik mengunjunginya. Namun, setelah mengunjungi sebuah distrik tua di kota Isfahan, Iran, membuka mata saya akan pesona negeri ini.

Lho, apa hubungannya Armenia dengan Isfahan? Oke saya jelaskan. Jadi, di Isfahan ada sebuah distrik yang namanya Jolfa. Distrik ini dihuni oleh komunitas imigran Armenia, mereka sudah pindah ke situ sejak era Dinasti Savafid, lebih dari 500 tahun lalu. Terbayang kan, betapa tuanya peninggalan di distrik ini. Di sini pula untuk pertama kali saya melihat gereja Armenia yang sampai sekarang masih dipakai oleh komunitas Kristen Armenia setempat. Singkat cerita, saya jadi tertarik dengan budaya Armenia, dan bertekad untuk mengunjunginya!

Awalnya saya berencana masuk ke Armenia lewat perbatasan darat dari Iran. Banyak yang merekomendasikan rute ini karena katanya pemandangannya sangat bagus. Tetapi akhirnya saya memilih terbang ke Georgia, lalu masuk ke Armenia lewat darat. Saya berhasil mendapatkan tiket promo rute Tehran-Tbilisi pulang pergi seharga 90 Euro saja. Opsi ini lebih murah dan tentunya menghemat waktu.

Baca juga: Rp 3 Jutaan Bisa ke Georgia, Begini Caranya……

Perjalanan lewat darat dari Tbilisi ke Yerevan, ibukota Armenia, hanya memakan waktu 4 jam saja menggunakan minibus. Alternatif lainnya bisa menggunakan kereta api, namun perjalanannya lebih lama dan kereta tidak berangkat setiap hari. Di Tbilisi, minibus menuju Yerevan biasa ngetem di terminal Ortachala atau Avlabari. Ongkosnya juga tidak mahal, hanya 30 Lari atau sekitar Rp 160 ribu.

Mobil merek Lada buatan Rusia
Berbeda dengan Georgia yang belakangan makin pro barat, Armenia menempuh haluan politik yang berbeda. Pengaruh Rusia masih sangat terasa, bahkan ada teman backpacking saya yang bilang kalau suasana Yerevan itu lebih Soviet daripada Moscow. Begitu masuk ke wilayah Armenia, suasananya tiba-tiba terasa jadul. Pemandangan wilayah pedesaan di Armenia persis seperti yang kita lihat di foto-foto tahun 80-an dari era Uni Soviet. Mobil merek Lada buatan Rusia yang usianya sudah puluhan tahun juga masih gampang ditemui. Atmosfer retro seperti ini sudah sulit ditemui di negara-negara eks Soviet lainnya, apalagi di Georgia yang pembangunannya sangat pesat.

Saat minibus mulai masuk ke kawasan pinggiran kota Yerevan, terlihat banyak pabrik-pabrik peninggalan Soviet yang kini tak lagi beroperasi. Ini jadi pertanda kalau perekonomian Armenia mandeg, bahkan mundur dibanding era Soviet dulu. Harus diakui, perekonomian Armenia di bawah Soviet memang lebih berkilau.

A post shared by pelancongirit.com (@pelancongirit) on
Kawasan pinggiran Yerevan juga dipenuhi dengan gedung-gedung apartemen peninggalan Soviet yang arsitekturnya tak membuat terkesan. Gedung-gedung ini begitu polos, sepertinya asal dibangun saja untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal tanpa memperhatikan fungsi estetiknya. Namun jangan buru-buru memberi nilai rendah pada Yerevan. Begitu kita masuk ke bagian tengah kota, barulah terlihat bahwa Yerevan adalah harta karun tak ternilai warisan arsitektur Soviet.

Sejarah Yerevan sudah dimulai sejak abad ke-8 Masehi saat Raja Arghisti I membangun benteng Erebuni yang menjadi ibukota Armenia kuno. Zaman berganti, namun peran Yerevan tak pernah benar-benar jadi kota yang penting. Pasca Perang Dunia I menjadi era baru setelah Yerevan ditetapkan sebagai ibukota Republik Armenia dan kemudian bergabung dalam Uni Soviet pada 1920.

Panorama kota Yerevan
Di era Soviet inilah pembangunan massif kota Yerevan dimulai. Seorang arsitek Soviet bernama Alexander Tamanyan ditunjuk untuk mendesain Yerevan yang modern. Sang arsitek ini berambisi untuk menjadikan Yerevan setaraf dengan kota-kota lain di Eropa Barat yang sudah lebih dulu berkembang. Hasilnya begitu impresif, Yerevan menjelma menjadi kota berarsitektur unik, tak ada duanya di tempat lain.

Hal yang paling mencuri perhatian dari bangunan-bangunan di Yerevan adalah dindingnya yang seragam berwarna merah bata, sehingga kota ini sempat mendapat julukan pink city. Gedung-gedung bergaya neoklasik ini dirancang mirip satu sama lain, menciptakan keharmonisan arsitektur yang mengesankan. Jalanannya juga dibuat lebar-lebar dengan area pedestrian yang nyaman. Tak salah, di zaman kejayannya dulu Yerevan adalah kota impian.

Baca juga: Tip Merencanakan Perjalanan ke Negeri Kaukasus

Ikon arsitektur lainnya yang tak kalah mengesankan adalah The Cascade, yakni tangga raksasa yang menghubungkan pusat kota dengan bagian lainnya yang terletak di atas bukit. Berbeda dengan gedung-gedung di kota lama Yerevan yang mengakar kuat pada gaya neoklasik Eropa, bentuk The Cascade ini seperti berasal dari negeri antah-berantah. Buat saya, arsitekturnya sangat imajinatif, seolah terinspirasi dari alam mimpi. Beberapa bagian akan mengingatkan kita pada film-film berlatar Babylonia atau Mesir Kuno. Namun selebihnya tak jelas asal-asulnya, membawa imajinasi seperti terbang ke alam mimpi.

The Cascade, ornamennya membawa pikiran ke dunia mimpi
Naik ke bagian atas The Cascade lumayan bikin tungkai kaki penat. Anak tangganya saja berjumlah 572 yang terdiri dari beberapa level. Tapi kalau sudah berada di bagian paling atas, terbayar sudah kelelahan kita. Dari kejauhan akan terlihat Gunung Ararat yang berada di wilayah Turki. Patung Mother of Armenia yang jadi simbol pelindung bagi penduduk Yerevan juga bisa dilihat lebih jelas.

Dari ketinggian The Cascade, pemandangan gedung-gedung apartemen berdesain polos begitu mendominasi lansekap kota Yerevan. Gedung-gedung apartemen ini sebagian besar dibangun pada masa Nikita Khrushchev, pemimpin Soviet yang berkuasa pada 1950-an. Ideologi komunis yang sama rata sama rasa itu dimanifestasikan dengan bentuk bangunan serba kubik yang sangat sederhana. Banyak yang merasa terganggu dengan pemandangan gedung apartemen era sosialis ini. Tapi suka tidak suka, itu adalah bagian sejarah Yerevan yang harus diterima.

A post shared by pelancongirit.com (@pelancongirit) on
Patung seni kontemporer rasa Soviet
Yerevan juga menyimpan ratusan patung-patung bertema kontemporer yang terserak di setiap sudutnya. Di kompleks Cafesjian yang terletak tak jauh dari The Cascade, terletak puluhan patung yang langsung bisa dinikmati pengunjung. Patung-patung ini ditata dalam kompleks taman yang indah. Banyak patung yang terlihat aneh, tapi mungkin begitulah seni kontemporer ala Soviet.

Buat saya, Yerevan punya atmosfer yang sangat unik. Kota ini memberi nuansa di antara, atau percampuran antara Asia dan Eropa. Bangunannya memang sangat kental pengaruh Eropa, tapi makanan dan budayannya sangat Asia. Jadi tak salah kalau dibilang Yerevan itu a city like no other.

Panorama Danau Sevan, tak jauh dari Yerevan
Meski luasnya tak seberapa, Armenia menawarkan panorama alam yang sangat memikat. Dan kita tak butuh perjalanan jauh untuk melihat itu semua. Kawasan pegunungan Dilijan dan Danau Sevan bisa dicapai dalam waktu 2 jam saja berkendara dari Yerevan. Kawasan pegunungan di Armenia juga lebih asli karena belum terjamah pembangunan hotel-hotel besar. Jadi sebelum tempat ini berubah menjadi objek wisata komersial, cepat-cepatlah ke sana!

Tunggu cerita lainnya tentang keunikan Armenia di posting selanjutnya. Supaya tidak ketinggalan info, pastikan Anda bergabung dalam newsletter saya supaya langsung update kalau ada artikel baru muncul. Gabung di newsletter ini gratis, he he...

Armenia, Bukan hanya Biara Tua dan Genosida

Mendengar Armenia, biasanya orang langsung membayangkan biara-biara tua dengan latar pegunungan yang indah. Sebagai negara Kristen tertua di dunia, Armenia memang punya banyak biara kuno yang berumur ratusan tahun. Nama Armenia juga selalu dihubungkan dengan tragedi genosida yang dilakukan Turki Usmani. Namun terlepas dari gambaran tipikal itu, negeri ini sebenarnya menawarkan banyak hal lain yang bisa membuat Anda menyukainya.

Armenia yang terpencil nun jauh di tengah daratan Kaukasus itu memang sering luput dari radar pelancong Indonesia. Jaraknya yang jauh dari tanah air, ditambah lagi pilihan penerbangan yang terbatas, membuat negeri ini sering dilupakan. Dahulu, saya sendiri juga tak tertarik mengunjunginya. Namun, setelah mengunjungi sebuah distrik tua di kota Isfahan, Iran, membuka mata saya akan pesona negeri ini.

Lho, apa hubungannya Armenia dengan Isfahan? Oke saya jelaskan. Jadi, di Isfahan ada sebuah distrik yang namanya Jolfa. Distrik ini dihuni oleh komunitas imigran Armenia, mereka sudah pindah ke situ sejak era Dinasti Savafid, lebih dari 500 tahun lalu. Terbayang kan, betapa tuanya peninggalan di distrik ini. Di sini pula untuk pertama kali saya melihat gereja Armenia yang sampai sekarang masih dipakai oleh komunitas Kristen Armenia setempat. Singkat cerita, saya jadi tertarik dengan budaya Armenia, dan bertekad untuk mengunjunginya!

Awalnya saya berencana masuk ke Armenia lewat perbatasan darat dari Iran. Banyak yang merekomendasikan rute ini karena katanya pemandangannya sangat bagus. Tetapi akhirnya saya memilih terbang ke Georgia, lalu masuk ke Armenia lewat darat. Saya berhasil mendapatkan tiket promo rute Tehran-Tbilisi pulang pergi seharga 90 Euro saja. Opsi ini lebih murah dan tentunya menghemat waktu.

Baca juga: Rp 3 Jutaan Bisa ke Georgia, Begini Caranya……

Perjalanan lewat darat dari Tbilisi ke Yerevan, ibukota Armenia, hanya memakan waktu 4 jam saja menggunakan minibus. Alternatif lainnya bisa menggunakan kereta api, namun perjalanannya lebih lama dan kereta tidak berangkat setiap hari. Di Tbilisi, minibus menuju Yerevan biasa ngetem di terminal Ortachala atau Avlabari. Ongkosnya juga tidak mahal, hanya 30 Lari atau sekitar Rp 160 ribu.

Mobil merek Lada buatan Rusia
Berbeda dengan Georgia yang belakangan makin pro barat, Armenia menempuh haluan politik yang berbeda. Pengaruh Rusia masih sangat terasa, bahkan ada teman backpacking saya yang bilang kalau suasana Yerevan itu lebih Soviet daripada Moscow. Begitu masuk ke wilayah Armenia, suasananya tiba-tiba terasa jadul. Pemandangan wilayah pedesaan di Armenia persis seperti yang kita lihat di foto-foto tahun 80-an dari era Uni Soviet. Mobil merek Lada buatan Rusia yang usianya sudah puluhan tahun juga masih gampang ditemui. Atmosfer retro seperti ini sudah sulit ditemui di negara-negara eks Soviet lainnya, apalagi di Georgia yang pembangunannya sangat pesat.

Saat minibus mulai masuk ke kawasan pinggiran kota Yerevan, terlihat banyak pabrik-pabrik peninggalan Soviet yang kini tak lagi beroperasi. Ini jadi pertanda kalau perekonomian Armenia mandeg, bahkan mundur dibanding era Soviet dulu. Harus diakui, perekonomian Armenia di bawah Soviet memang lebih berkilau.

A post shared by pelancongirit.com (@pelancongirit) on
Kawasan pinggiran Yerevan juga dipenuhi dengan gedung-gedung apartemen peninggalan Soviet yang arsitekturnya tak membuat terkesan. Gedung-gedung ini begitu polos, sepertinya asal dibangun saja untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal tanpa memperhatikan fungsi estetiknya. Namun jangan buru-buru memberi nilai rendah pada Yerevan. Begitu kita masuk ke bagian tengah kota, barulah terlihat bahwa Yerevan adalah harta karun tak ternilai warisan arsitektur Soviet.

Sejarah Yerevan sudah dimulai sejak abad ke-8 Masehi saat Raja Arghisti I membangun benteng Erebuni yang menjadi ibukota Armenia kuno. Zaman berganti, namun peran Yerevan tak pernah benar-benar jadi kota yang penting. Pasca Perang Dunia I menjadi era baru setelah Yerevan ditetapkan sebagai ibukota Republik Armenia dan kemudian bergabung dalam Uni Soviet pada 1920.

Panorama kota Yerevan
Di era Soviet inilah pembangunan massif kota Yerevan dimulai. Seorang arsitek Soviet bernama Alexander Tamanyan ditunjuk untuk mendesain Yerevan yang modern. Sang arsitek ini berambisi untuk menjadikan Yerevan setaraf dengan kota-kota lain di Eropa Barat yang sudah lebih dulu berkembang. Hasilnya begitu impresif, Yerevan menjelma menjadi kota berarsitektur unik, tak ada duanya di tempat lain.

Hal yang paling mencuri perhatian dari bangunan-bangunan di Yerevan adalah dindingnya yang seragam berwarna merah bata, sehingga kota ini sempat mendapat julukan pink city. Gedung-gedung bergaya neoklasik ini dirancang mirip satu sama lain, menciptakan keharmonisan arsitektur yang mengesankan. Jalanannya juga dibuat lebar-lebar dengan area pedestrian yang nyaman. Tak salah, di zaman kejayannya dulu Yerevan adalah kota impian.

Baca juga: Tip Merencanakan Perjalanan ke Negeri Kaukasus

Ikon arsitektur lainnya yang tak kalah mengesankan adalah The Cascade, yakni tangga raksasa yang menghubungkan pusat kota dengan bagian lainnya yang terletak di atas bukit. Berbeda dengan gedung-gedung di kota lama Yerevan yang mengakar kuat pada gaya neoklasik Eropa, bentuk The Cascade ini seperti berasal dari negeri antah-berantah. Buat saya, arsitekturnya sangat imajinatif, seolah terinspirasi dari alam mimpi. Beberapa bagian akan mengingatkan kita pada film-film berlatar Babylonia atau Mesir Kuno. Namun selebihnya tak jelas asal-asulnya, membawa imajinasi seperti terbang ke alam mimpi.

The Cascade, ornamennya membawa pikiran ke dunia mimpi
Naik ke bagian atas The Cascade lumayan bikin tungkai kaki penat. Anak tangganya saja berjumlah 572 yang terdiri dari beberapa level. Tapi kalau sudah berada di bagian paling atas, terbayar sudah kelelahan kita. Dari kejauhan akan terlihat Gunung Ararat yang berada di wilayah Turki. Patung Mother of Armenia yang jadi simbol pelindung bagi penduduk Yerevan juga bisa dilihat lebih jelas.

Dari ketinggian The Cascade, pemandangan gedung-gedung apartemen berdesain polos begitu mendominasi lansekap kota Yerevan. Gedung-gedung apartemen ini sebagian besar dibangun pada masa Nikita Khrushchev, pemimpin Soviet yang berkuasa pada 1950-an. Ideologi komunis yang sama rata sama rasa itu dimanifestasikan dengan bentuk bangunan serba kubik yang sangat sederhana. Banyak yang merasa terganggu dengan pemandangan gedung apartemen era sosialis ini. Tapi suka tidak suka, itu adalah bagian sejarah Yerevan yang harus diterima.

A post shared by pelancongirit.com (@pelancongirit) on
Patung seni kontemporer rasa Soviet
Yerevan juga menyimpan ratusan patung-patung bertema kontemporer yang terserak di setiap sudutnya. Di kompleks Cafesjian yang terletak tak jauh dari The Cascade, terletak puluhan patung yang langsung bisa dinikmati pengunjung. Patung-patung ini ditata dalam kompleks taman yang indah. Banyak patung yang terlihat aneh, tapi mungkin begitulah seni kontemporer ala Soviet.

Buat saya, Yerevan punya atmosfer yang sangat unik. Kota ini memberi nuansa di antara, atau percampuran antara Asia dan Eropa. Bangunannya memang sangat kental pengaruh Eropa, tapi makanan dan budayannya sangat Asia. Jadi tak salah kalau dibilang Yerevan itu a city like no other.

Panorama Danau Sevan, tak jauh dari Yerevan
Meski luasnya tak seberapa, Armenia menawarkan panorama alam yang sangat memikat. Dan kita tak butuh perjalanan jauh untuk melihat itu semua. Kawasan pegunungan Dilijan dan Danau Sevan bisa dicapai dalam waktu 2 jam saja berkendara dari Yerevan. Kawasan pegunungan di Armenia juga lebih asli karena belum terjamah pembangunan hotel-hotel besar. Jadi sebelum tempat ini berubah menjadi objek wisata komersial, cepat-cepatlah ke sana!

Tunggu cerita lainnya tentang keunikan Armenia di posting selanjutnya. Supaya tidak ketinggalan info, pastikan Anda bergabung dalam newsletter saya supaya langsung update kalau ada artikel baru muncul. Gabung di newsletter ini gratis, he he...

2 komentar:

  1. Hello. masuknya via darat dr Border Georgia-Armenia? visa nya gmana y? e-visa/voa?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, masuk lewat darat dari Georgia. Bisa pakai e-visa atau voa.

      Hapus

Punya pertanyaan atau komentar? Tuliskan di sini...