![]() |
Doha Duty Free |
Drama berikutnya seperti yang sudah saya duga. Para TKW mengantri sambil dorong-dorongan di depan konter boarding. Beberapa orang berteriak dengan intonasi dibuat-buat, “Jangan dorong-dorong dong!”. Namun yang saya lihat, justru orang yang berteriak itu yang memulai dorong-dorongan. Orang yang didorong balas berteriak hingga suasana bertambah gaduh. “Aduuh aduuh, sakitttt!”, rintihnya seperti mengalami penderitaan yang amat sangat. Kata-kata sumpah serapah kemudian saling bersahutan. Mereka seperti bersiap mau berantem!
Waduh, apa kata orang kalau melihat aksi mereka ini. Antrian boarding yang sangat panjang membuat para TKW tambah tidak sabaran. Sepertinya penumpang pesawat ke Jakarta bakalan penuh, antrian boarding terlihat mengular. Sebenarnya, yang membuat proses boarding jadi lama karena ulah mereka juga. Selain barang bawaannya sangat banyak, mereka tidak menyiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk boarding. Paspornya malah disimpan di tas, bahkan ada yang kehilangan boarding pass. Payah....
Saya sendiri mulai masuk ke antrian setelah muncul tulisan last call di konter boarding. Setelah hampir semua TKW masuk ke area boarding, seorang perempuan setengah baya nampak berpamitan dengan beberapa TKW yang masih mengantri. Lho, jadi dia tidak ikut berangkat?
Rupanya, perempuan tadi petugas dari PJTKI yang mendampingi para TKW yang hendak pulang kampung. Ia perlu memastikan semua anak buahnya tidak mendapat masalah sampai mereka naik ke pesawat. Berarti perempuan tadi mendapat izin khusus masuk ke area transit. Normalnya, orang yang tidak ikut berangkat tidak boleh masuk ke area itu. Pantas saja para TKW itu nampak sudah saling kenal. Rupanya mereka diberangkatkan oleh PJTKI yang sama.
Setelah proses boarding selesai, area ruang tunggu nampak sepi karena sebagian penumpang sudah dibawa dengan bus ke pesawat. Saya masuk kelompok terakhir yang akan dibawa dengan bus. Lokasi parkir pesawat di bandara Doha tidak berada di dekat terminal, jadi semua penumpang harus diangkut dengan bus. Meskipun sudah tak banyak lagi penumpang, tetap saja para TKW itu berebutan naik bus, persis seperti naik metromini.
Karena naik ke pesawat belakangan, jangan-jangan tempat duduk saya diserobot TKW, batin saya. Padahal, saya sudah bela-belain melakukan online check-in supaya bisa dapat tempat duduk di dekat jendela. Benar saja, tempat duduk saya ternyata sudah diserobot orang. Yang duduk di kursi pilihan saya bukan TKW, tapi lelaki bertampang Arab. Dan yang duduk di sebelahnya adalah TKW berpakaian seksi. Aduh, bisa ribut ini!
Saya bertekad tidak mau kompromi. Kalau bicara langsung dengan pria Arab itu, ia pasti meminta saya pindah ke kursi lain. Sepertinya dia mau “berpacaran” dengan TKW di sebelahnya sepanjang perjalanan ke Jakarta. Saya kemudian lapor ke pramugari bahwa kursi saya sudah diserobot.
Dasar muka badak, lelaki Arab itu masih beradu argumen dengan pramugari. “No no, this is my seat. I have requested to get window seat”, belanya masih tak mau kalah. Nomor kursinya adalah 20B, sedangkan nomor kursi saya 20A. Padahal sudah jelas kan, di mana-mana nomor A selalu berada di pinggir. Tapi ia masih tetap ngotot. Katanya, petugas check-in bilang nomor 20B ada di dekat jendela. Pramugari menjelaskan, pasti ada kesalahpahaman dengan petugas check-in. Untungnya awak kabin tak gentar, ia tetap meminta pria Arab itu pindah.
Mungkin karena malu, akhirnya ia pindah. TKW yang duduk di sebelahnya ikut pindah juga. Menurut nomor kursi, harusnya lelaki Arab itu duduk di sebelah saya. Tapi ia pindah entah ke mana. Emang gue pikirin, guman saya. Semoga saja ia tidak duduk di sebelah saya.
Tak lama kemudian, seorang cewek muda yang mengenakan kaus ketat duduk di sebelah saya. Dia bukan TKW yang sebelumnya duduk di sebelah pria Arab. Entah bagaimana, sepertinya ada kesepakatan antara dia dan lelaki Arab itu. Pastinya si lelaki Arab akan mencari cara apapun supaya bisa duduk bersebelahan dengan TKW incarannya.
Dasar apes, saya duduk dikelilingi para TKW. Di bagian itu hanya saya sendiri yang cowok. Beberapa deret kursi di depan dan belakang saya praktis hanya diisi TKW. Beberapa TKW juga mulai menggoda, “Cuit-cuit, ada cowok di sarang penyamun!”. Ocehan nakal itu disambut tawa riuh TKW yang lain. TKW muda yang duduk di sebelah saya juga terus-terusan digoda. “Dicium aja”, goda TKW yang duduk di belakang saya sambil cekikikan. Cewek di sebelah saya cuma mesam mesem mendengarnya. Setelah berkenalan, saya tahu bahwa namanya Ika.
Ika berasal dari Majalengka, Jawa Barat. Saya tak sempat menanyakan usianya, tapi saya taksir umurnya masih awal 20-an tahun. Ia sudah dua tahun bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Dhahran, Saudi Arabia. Itu adalah kali pertama ia pulang kampung ke Indonesia. Ia mengaku belum menikah, tapi teman-temannya yang mendengar itu lagi-lagi tertawa cekikikan.
Bersambung.....
Tidak ada komentar
Punya pertanyaan atau komentar? Tuliskan di sini...