Tembok Besar Cina memiliki panjang keseluruhan mencapai lebih dari 21 ribu kilometer. Tapi, tembok raksasa ini tidak dibangun sambung-menyambung, namun terputus-putus di berbagai lokasi. Tiap Dinasti di Cina membangun temboknya sendiri di wilayah yang berbeda, bergantung kawasan mana yang ingin dilindungi dari serangan musuh. Karena usianya sudah sangat tua, banyak bagiannya juga sudah rusak, bahkan ada yang tak berbekas lagi. Lokasi yang lazim dikunjungi wisatawan biasanya bagian tembok besar yang sudah direstorasi, jadi bangunannya sudah tidak asli.
Kalau posisi kita di Beijing, bagian tembok besar yang paling umum dikunjungi adalah Badaling dan Mutianyu. Badaling posisinya lebih dekat dari Beijing, tapi juga lebih padat pengunjung. Mutianyu lebih populer di kalangan turis asing karena lebih sepi, namun lebih sulit dijangkau menggunakan transportasi umum. Karena hanya punya waktu yang singkat dan tak mau ribet, saya memilih Badaling yang lebih mudah dicapai dengan angkutan umum. Memang, Badaling ini sering dihindari turis asing karena katanya terlalu ramai pengunjung. Tapi tenang, saya punya trik untuk menghindari kerumunan di Badaling yang bisa mengganggu aksi selfie Anda, haha…
Ada dua cara untuk mencapai Badaling dari Beijing menggunakan transportasi umum, yakni menggunakan bus atau kereta api. Naik kereta api menjadi pilihan saya karena ongkosnya paling murah dan bebas macet. Sebelum ada proyek renovasi stasiun, kereta menuju Badaling berangkat dari Beijing North Station yang bisa dijangkau dengan metro jalur 2 dan 4 (turun di Xizhimen). Sampai proyek tersebut selesai, titik keberangkatan menuju Badaling dipindahkan ke stasiun Huangtudian yang jaraknya lebih jauh dari pusat kota Beijing. Meski agak jauh, stasiun ini masih bisa dicapai dengan metro jalur 13 dan 8 (turun di stasiun Huoying).
Kalau kita naik kereta yang paling pagi, kunjungan ke Tembok Besar Cina bisa diselesaikan setengah hari saja. Jadi sore harinya bisa dipakai untuk mengunjungi tempat lain di Beijing. Kereta paling pagi menuju Badaling berangkat pukul 06.30, kemudian pukul 08.40 dan 11.06. Waktu paling ideal mungkin yang pukul 8.40, karena keberangkatan yang lebih pagi mungkin tidak terkejar. Waktu tempuh dari Huangtudian menuju Badaling adalah sekitar 1 jam.
Saya tiba di stasiun Huangtudian pukul 07.15, bermaksud mengambil kereta yang berangkat jam 8.40. Saya pikir sudah tiba cukup awal. Tapi ternyata oh ternyata, kereta sudah penuh. Untungnya saya masih kebagian tiket walaupun harus berdiri. Tiket kereta ke Badaling harganya 6 yuan saja (sekitar Rp 12 ribu), namun hanya bisa dibeli di loket stasiun sebelum keberangkatan. Tiket juga tidak mencantumkan nomor kursi, jadi penumpang yang duluan datang yang dapat tempat duduk.
Kereta ini sebenarnya terdiri dari dua kelas, tapi harga tiketnya dipatok sama. Jadi lagi-lagi penumpang yang datang duluan bisa dapat kursi kelas 1, lalu yang datang belakangan duduk di kursi kelas 2 yang lebih sempit. Bagi yang tak kebagian kursi seperti saya, silahkan duduk lesehan di gerbong makan, hehe… Tapi sebenarnya ada untungnya juga dapat tempat di gerbong makan karena jendelanya super lebar, jadi pemandangan lebih jelas terlihat.
Mungkin karena penumpangnya sudah penuh, kereta yang menurut jadwal bertolak pada pukul 08.40, sudah diberangkatkan pukul 07.40. Wah baguslah, jadi saya bisa tiba di Badaling lebih cepat! Meski keretanya penuh, penumpang tak sampai harus berdesak-desakan di dalam gerbong. Di gerbong makan kita malah bisa duduk sambil selonjor kaki. Bagi yang belum sempat sarapan di hostel atau hotel, ada petugas yang menjajakan kopi dan roti untuk makan pagi. Meski tiketnya murah, kereta ini lumayan nyamanlah.
Baca juga: Naik Kereta Ekonomi di Cina
Buat saya, menumpang kereta ke Badaling lebih seru daripada naik bus tur yang isinya melulu turis asing. Apalagi pemandangan di sepanjang rel kereta juga sangat menarik. Kita masih bisa melihat kawasan rural di pinggiran Beijing yang didominasi ladang pertanian. Beberapa saat sebelum tiba di Badaling, kita juga disuguhkan pemandangan Tembok Besar Cina yang terlihat menyekat kawasan pegunungan. Karena saat itu masih musim panas, pepohonan nampak sangat hijau dengan latar langit biru yang bersih. Sungguh cantik, seperti pemandangan di kartu pos.
Setelah sekitar 1 jam lebih di kereta, saya pun tiba di Badaling. Dari stasiun kereta api Badaling, pengunjung harus berjalan kaki sekitar 20 menit untuk mencapai gerbang masuk Tembok Besar Cina. Di dekat gerbang masuk ada loket penjualan tiket masuk. Harga tiket masuk Tembok Besar Cina sebesar 40 yuan (sekitar Rp 80 ribu). Kalau datang saat low season (November-Maret) harganya tiketnya lebih murah, yakni sebesar 35 yuan (sekitar Rp 70 ribu). Untuk objek wisata sekelas Tembok Besar Cina yang masuk daftar Situs Warisan Dunia UNESCO, harga tersebut tergolong murah.
Cuma ada satu hal yang sangat tidak saya sukai dari tempat-tempat wisata di negeri Tiongkok. Meski kita sedang berkunjung ke situs sejarah yang usianya sudah ribuan tahun, gerbang masuknya dibuat seperti mau ke themed park. Bangunannya seperti mal dengan gerai-gerai internasional seperti KFC, Starbucks dan Mc Donald. Okelah kalau harus ada gerai-gerai tersebut, tapi kan arsitekturnya bisa dibuat lebih tradisional supaya nyambung dengan situs sejarah yang mau kita kunjungi.
Berjalan ke sisi Selatan, lebih sepi, Kak |
Lalu, Badaling kan terkenal dengan jumlah pengunjungnya yang selalu membludak, apalagi saat musim liburan sekolah pada bulan Juni-Agustus. Nah, ternyata ada triknya untuk menghindari keramaian. Setelah melewati tempat pemeriksaan tiket, pengunjung akan melihat papan penunjuk arah menuju sisi selatan atau sisi Selatan tembok besar. Kebanyakan pengunjung memilih ke sisi utara karena medannya lebih landai. Kalau mau lihat bagian yang sepi, beloklah ke sisi utara. Tapi di sisi utara ini tangganya lebih curam. Namun kalau Anda mengenakan pakaian dan sepatu yang tepat, bagian utara tembok besar ini sebenarnya tak terlalu sulit untuk ditempuh. Jangan lupa bawa bekal air minum karena menyusuri Tembok Besar Cina akan lumayan menguras tenaga.
Saya berjalan di sisi Selatan sampai menemukan pembatas yang tidak boleh dimasuki pengunjung. Di bagian paling Selatan ini lumayan sepi, jadi kita bisa selfie sepuas-puasnya. Cuaca hari itu juga sangat cerah dengan langit biru jernih, membuat perjalanan saya ke Tembok Besar Cina tambah berkesan. Supaya dapat melihat panorama yang berbeda, untuk perjalanan turun kita bisa memilih jalur setapak yang berada di pinggir tembok besar. Dari jalur setapak ini kemegahan Tembok Besar Cina makin jelas terlihat. Di beberapa bagian kita juga bisa mengamati sisa-sisa tembok dari bangunan yang asli, serta ada papan yang berisi penjelasan bagaimana proses pembuatan situs arkeologi penting tersebut.
Tembok Besar Cina di Badaling semuanya sudah direstorasi |
Baca juga: Siapa Bilang Backpacking ke Cina Sulit?
Hai, terimakasih sudah sharing pengalamannya.
BalasHapusBoleh saya nanya, saya akan transit di beijing 20 jam dan akan terbang lagi jam 15 sore. Dan kemungkinan akan diinapkan di daerah Shunyi.
Apakah masih cukup waktu untuk mengunjungi tembok china? Dan sebaiknya menggunakan transpotasi apa.
Terimakasih
Waktunya terlalu mepet, lebih baik eksplorasi kota Beijing saja.
HapusHai.. sy, suami dan dan anak sy umur 2thn rencana mau kesana april 2020. Stlh sy baca artikel kamu, sisa membayangkan gimana repotnya bawa anak bayi naik sampai atas dengan strollernya. Apakah disana ga ada pilihan selain jalan kaki, misalnyq dengan cable car atau selacamnya.. terima kasih
BalasHapus