Beranda

    Social Items

Membuat blog ternyata tak segampang yang saya kira. Saya harus menghabiskan waktu tiga hari tiga malam penuh hanya untuk mendesainnya. Biasanya, saya hanya menghabiskan 3-4 jam saja untuk menulis. Namun, mendesain blog membutuhkan waktu yang jauh lebih panjang. Apalagi bagi orang yang gaptek seperti saya, butuh waktu lebih lama lagi. Selain mendesainnya sendiri, saya juga harus memikirkan konsep blog tersebut. Untuk mencari namanya saja, saya harus pusing tujuh keliling memikirkannya.

Saya memang kebalikan dari kebanyakan penulis. Kalau penulis lain awalnya mempublikasikan tulisan mereka lewat blog, sementara saya sudah menerbitkan buku baru sibuk mau bikin blog. Lalu pertanyaannya kenapa baru sekarang? Jawabannya barangkali menyebalkan, karena malas. Aktivitas blogging sebenarnya sudah saya lakukan sejak lama, namun saya tidak pernah konsisten melakukannya. Hanya memposting 2-3 artikel, setelah itu berhenti. Saya juga cepat bosan dengan blog yang lama, lalu membuat yang baru dengan kualitas yang tak lebih baik. Blog terakhir saya adalah Facebook Notes, dan sampai sekarang hanya berisi dua tulisan.

Karena penulisnya tak pernah konsisten, tak heran kalau blog-blog itu hanya sedikit yang membacanya. Sebenarnya cukup banyak komentar pembaca yang saya terima, intinya supaya tetap semangat menulis. Atau kalau sudah lama tidak memposting tulisan, ada saja yang bertanya, “Gimana nih, kok nggak ada tulisan yang baru?”. Tapi, penyakit malas rupanya sudah menggerogoti diri saya.

Keinginan serius untuk membuat blog muncul lagi setelah saya berdiskusi dengan editor buku, penulis, serta blogger yang cukup sukses. Saya lalu menyadari kesalahan saya selama ini. Tema blog saya tidak pernah spesifik. Artinya, perihal apa saja bisa masuk. Komunitas pengguna internet jumlahnya sangat besar, dan blog yang ada juga sangat banyak. Karena itu, kita harus menonjolkan tema spesifik untuk meraih pembaca.

Saya ingin proyek pembuatan blog kali ini lebih serius, tidak suka-suka lagi seperti dulu. Meskipun gaptek, saya harus mempelajari kode HTML demi membuat blog yang cantik. Desainnya harus dirancang sendiri, bukan sekedar nebeng di situs-situs terkenal seperti Kompasiana atau Facebook Notes. Tema yang dipilih juga lebih spesifik, yakni mengenai backpacking. Kebetulan, buku yang saya tulis bertema traveling, jadi pilihan itu sangat cocok. Kegiatan backpacking sangat dekat dengan kehidupan saya, dan rasanya saya punya banyak bahan untuk ditulis.

Saya ingin mempraktikkan konsep integrated media seperti yang disarankan blogger terkenal. Buku saya yang dicetak akan mendukung keberadaan blog, demikian pula sebaliknya. Karena halaman buku sangat terbatas, banyak behind story yang tidak bisa dimasukkan. Nah, konsep integrated media bisa mengatasi hal itu. Materi-materi yang tidak bisa dimasukkan dalam buku, bisa ditulis di blog. Hmm, kelihatannya bagus sekali saran blogger terkenal itu.

Lalu, dimulailah gerilya saya untuk membuat blog. Saya membuka situs Wordpress untuk membuat sebuah akun blog. Setelah memilih nama akun, saya masuk ke halaman dashboard untuk mendesainnya. Tapi, melihat deretan kalimat di halaman dashboard, saya merasa seperti orang tolol. Saya benar-benar tidak mengerti istilah-istilah yang digunakan di sana. Ada kata-kata widget, badge, template, gadget..... Binatang apa itu?

Saya mengutak-atik sendiri fitur-fitur di situ berharap bisa memahaminya segera. Tapi alangkah kecewanya saya, setelah mencoba membuka blog yang saya buat, penampilannya jadi tidak karuan. Berjam-jam saya berkutat di depan komputer, tapi tak menghasilkan apa-apa. Blog yang saya buat hanya bertuliskan HTML error, menandakan kode yang dimasukkan masih salah. Saya benar-benar frustrasi, rasanya ingin membanting saja laptop saya.

Waduh, kalau begini bisa-bisa gagal rencana saya membuat blog. Bisa saja saya nebeng di situs terkenal seperti Kompasiana atau Facebook Notes seperti sebelumnya. Tapi desainnya sangat tidak menarik, penampilannya tak berbeda dengan blog lain. Saya tidak mau blog saya terlihat sama seperti punya orang lain. Bagaimana ini, apa akal?

Setelah chatting dengan seorang kawan lewat Yahoo Messenger, saya mendapat saran agar membuat akun di Blogger, karena fitur-fitur di Wordpress sangat sulit dipahami pemula. Tapi saya masih tidak yakin dengan sarannya. Akhirnya, malam itu saya tidur sambil membawa perasaan kecewa. Saking kecewanya, saya sampai mimpi digigit drakula!

Di hari kedua, sebelum mengutak-atik fitur blog, saya mencoba membaca dulu petunjuk-petunjuk blogging melalui situs-situs panduan. Sepertinya mulai ada titik terang. Saya mulai mengerti mengapa blog saya selalu memunculkan pesan error. Lewat petunjuk step by step yang ditulis di situ, blog saya mulai kelihatan bentuknya. Saya juga membuat akun baru di Blogger yang ternyata memang lebih mudah dinavigasi ketimbang Wordpress.

Dasar gaptek, saya tidak tahu untuk mencari simbol-simbol tertentu di master template cukup menekan tombol Ctrl F. Kalau ada petunjuk masukkan kode anu setelah simbol <body>, saya mencarinya secara manual, memeriksa baris demi baris kode HTML yang sangat panjang itu. Karena ketidaktahuan ini, pekerjaan saya menjadi jauh lebih sulit. Bayangkan, untuk mengedit kode HTML yang sebenarnya perkara gampang, saya harus mencari simbol yang dimaksud di deretan kode yang panjangnya setara 40 halaman kuarto. Demikianlah, saya lakukan itu berulang-ulang tiap kali ingin mengedit kode.

Di hari ketiga, saya sudah bisa sedikit tersenyum. Desain blog hampir selesai meskipun masih banyak yang harus diperbaiki. Setelah mengetahui rahasia Ctrl F, pekerjaan mengedit kode HTML menjadi lebih gampang. Saya bahkan mulai bisa berimprovisasi. Misalnya tombol like Facebook yang awalnya terletak di bagian yang sulit terlihat, bisa saya pindahkan tepat di bawah paragrap terakhir tulisan.

Fitur yang paling cool di blog saya adalah fasilitas comment-nya langsung terhubung ke Facebook. Jadi, kalau seseorang menulis comment, blog saya akan terlihat di status Facebook-nya. Kalau dia punya banyak teman, artinya bisa mempromosikan blog saya.

Malam pada hari ketiga saya bisa tidur dengan nyenyak. Tapi, masih ada masalah yang belum terpecahkan. Saya belum bisa mengaktifkan fitur subscribe (RSS Feed) karena tidak tahu caranya. Ada pakar blogging yang bisa membantu?

Backpacker Gaptek yang Terpaksa Bikin Blog

Membuat blog ternyata tak segampang yang saya kira. Saya harus menghabiskan waktu tiga hari tiga malam penuh hanya untuk mendesainnya. Biasanya, saya hanya menghabiskan 3-4 jam saja untuk menulis. Namun, mendesain blog membutuhkan waktu yang jauh lebih panjang. Apalagi bagi orang yang gaptek seperti saya, butuh waktu lebih lama lagi. Selain mendesainnya sendiri, saya juga harus memikirkan konsep blog tersebut. Untuk mencari namanya saja, saya harus pusing tujuh keliling memikirkannya.

Saya memang kebalikan dari kebanyakan penulis. Kalau penulis lain awalnya mempublikasikan tulisan mereka lewat blog, sementara saya sudah menerbitkan buku baru sibuk mau bikin blog. Lalu pertanyaannya kenapa baru sekarang? Jawabannya barangkali menyebalkan, karena malas. Aktivitas blogging sebenarnya sudah saya lakukan sejak lama, namun saya tidak pernah konsisten melakukannya. Hanya memposting 2-3 artikel, setelah itu berhenti. Saya juga cepat bosan dengan blog yang lama, lalu membuat yang baru dengan kualitas yang tak lebih baik. Blog terakhir saya adalah Facebook Notes, dan sampai sekarang hanya berisi dua tulisan.

Karena penulisnya tak pernah konsisten, tak heran kalau blog-blog itu hanya sedikit yang membacanya. Sebenarnya cukup banyak komentar pembaca yang saya terima, intinya supaya tetap semangat menulis. Atau kalau sudah lama tidak memposting tulisan, ada saja yang bertanya, “Gimana nih, kok nggak ada tulisan yang baru?”. Tapi, penyakit malas rupanya sudah menggerogoti diri saya.

Keinginan serius untuk membuat blog muncul lagi setelah saya berdiskusi dengan editor buku, penulis, serta blogger yang cukup sukses. Saya lalu menyadari kesalahan saya selama ini. Tema blog saya tidak pernah spesifik. Artinya, perihal apa saja bisa masuk. Komunitas pengguna internet jumlahnya sangat besar, dan blog yang ada juga sangat banyak. Karena itu, kita harus menonjolkan tema spesifik untuk meraih pembaca.

Saya ingin proyek pembuatan blog kali ini lebih serius, tidak suka-suka lagi seperti dulu. Meskipun gaptek, saya harus mempelajari kode HTML demi membuat blog yang cantik. Desainnya harus dirancang sendiri, bukan sekedar nebeng di situs-situs terkenal seperti Kompasiana atau Facebook Notes. Tema yang dipilih juga lebih spesifik, yakni mengenai backpacking. Kebetulan, buku yang saya tulis bertema traveling, jadi pilihan itu sangat cocok. Kegiatan backpacking sangat dekat dengan kehidupan saya, dan rasanya saya punya banyak bahan untuk ditulis.

Saya ingin mempraktikkan konsep integrated media seperti yang disarankan blogger terkenal. Buku saya yang dicetak akan mendukung keberadaan blog, demikian pula sebaliknya. Karena halaman buku sangat terbatas, banyak behind story yang tidak bisa dimasukkan. Nah, konsep integrated media bisa mengatasi hal itu. Materi-materi yang tidak bisa dimasukkan dalam buku, bisa ditulis di blog. Hmm, kelihatannya bagus sekali saran blogger terkenal itu.

Lalu, dimulailah gerilya saya untuk membuat blog. Saya membuka situs Wordpress untuk membuat sebuah akun blog. Setelah memilih nama akun, saya masuk ke halaman dashboard untuk mendesainnya. Tapi, melihat deretan kalimat di halaman dashboard, saya merasa seperti orang tolol. Saya benar-benar tidak mengerti istilah-istilah yang digunakan di sana. Ada kata-kata widget, badge, template, gadget..... Binatang apa itu?

Saya mengutak-atik sendiri fitur-fitur di situ berharap bisa memahaminya segera. Tapi alangkah kecewanya saya, setelah mencoba membuka blog yang saya buat, penampilannya jadi tidak karuan. Berjam-jam saya berkutat di depan komputer, tapi tak menghasilkan apa-apa. Blog yang saya buat hanya bertuliskan HTML error, menandakan kode yang dimasukkan masih salah. Saya benar-benar frustrasi, rasanya ingin membanting saja laptop saya.

Waduh, kalau begini bisa-bisa gagal rencana saya membuat blog. Bisa saja saya nebeng di situs terkenal seperti Kompasiana atau Facebook Notes seperti sebelumnya. Tapi desainnya sangat tidak menarik, penampilannya tak berbeda dengan blog lain. Saya tidak mau blog saya terlihat sama seperti punya orang lain. Bagaimana ini, apa akal?

Setelah chatting dengan seorang kawan lewat Yahoo Messenger, saya mendapat saran agar membuat akun di Blogger, karena fitur-fitur di Wordpress sangat sulit dipahami pemula. Tapi saya masih tidak yakin dengan sarannya. Akhirnya, malam itu saya tidur sambil membawa perasaan kecewa. Saking kecewanya, saya sampai mimpi digigit drakula!

Di hari kedua, sebelum mengutak-atik fitur blog, saya mencoba membaca dulu petunjuk-petunjuk blogging melalui situs-situs panduan. Sepertinya mulai ada titik terang. Saya mulai mengerti mengapa blog saya selalu memunculkan pesan error. Lewat petunjuk step by step yang ditulis di situ, blog saya mulai kelihatan bentuknya. Saya juga membuat akun baru di Blogger yang ternyata memang lebih mudah dinavigasi ketimbang Wordpress.

Dasar gaptek, saya tidak tahu untuk mencari simbol-simbol tertentu di master template cukup menekan tombol Ctrl F. Kalau ada petunjuk masukkan kode anu setelah simbol <body>, saya mencarinya secara manual, memeriksa baris demi baris kode HTML yang sangat panjang itu. Karena ketidaktahuan ini, pekerjaan saya menjadi jauh lebih sulit. Bayangkan, untuk mengedit kode HTML yang sebenarnya perkara gampang, saya harus mencari simbol yang dimaksud di deretan kode yang panjangnya setara 40 halaman kuarto. Demikianlah, saya lakukan itu berulang-ulang tiap kali ingin mengedit kode.

Di hari ketiga, saya sudah bisa sedikit tersenyum. Desain blog hampir selesai meskipun masih banyak yang harus diperbaiki. Setelah mengetahui rahasia Ctrl F, pekerjaan mengedit kode HTML menjadi lebih gampang. Saya bahkan mulai bisa berimprovisasi. Misalnya tombol like Facebook yang awalnya terletak di bagian yang sulit terlihat, bisa saya pindahkan tepat di bawah paragrap terakhir tulisan.

Fitur yang paling cool di blog saya adalah fasilitas comment-nya langsung terhubung ke Facebook. Jadi, kalau seseorang menulis comment, blog saya akan terlihat di status Facebook-nya. Kalau dia punya banyak teman, artinya bisa mempromosikan blog saya.

Malam pada hari ketiga saya bisa tidur dengan nyenyak. Tapi, masih ada masalah yang belum terpecahkan. Saya belum bisa mengaktifkan fitur subscribe (RSS Feed) karena tidak tahu caranya. Ada pakar blogging yang bisa membantu?

Tidak ada komentar

Punya pertanyaan atau komentar? Tuliskan di sini...